Jumat, 07 Desember 2012

Menghindari Jurang Krisis (Kompas Yogyakarta, 17 Oktober 2008)


Dengan karakteristik small open economy, Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh percaturan ekonomi global. Kasus Subprime Mortgage yang mengantarkan ekonomi AS ke jurang resesi, juga ikut menggoyang stabilitas ekonomi nasional khususnya di sektor keuangan. Lantas, bagaimana agar Indonesia tidak ikut terperosok ke jurang tersebut?
Krisis 1997 memberi banyak pelajaran pada bangsa ini mengenai cara menghadapi gejolak ekonomi. Krisis ini bukan muncul di Indonesia, tapi di Thailand. Rembetan dari Thailand menuju ke sejumlah negara Asia lainnya, termasuk Indonesia telah memberikan efek yang berbeda di masing-masing negara. Boleh dibilang, perekonomian Indonesia mendapat efek negatif paling besar di antara negara-negara lainnya. Sebab, jantung ekonomi nasional yakni perbankan mengalami kebangkrutan, sehingga berimbas pula pada sektor riil. Akibatnya, negara-negara lain sudah pulih dari krisis, Indonesia masih terkapar dan tertatih-tatih menuju kebangkitan ekonomi.
Model yang sama ditemui saat ini. Krisis lembaga finansial ini terjadi di Amerika Serikat ditandai dengan bangkrutnya sejumlah bank investasi. Masalahnya, krisis finansial di AS akan berimbas pula pada sektor finansial di Indonesia, terutama pasar saham dan valuta asing. Hal ini tidak dapat dimungkiri karena integrasi pasar keuangan dunia disertai dengan liberalisasi pasar finansial memuluskan hal tersebut terjadi. Pun, karena orang asing merupakan penguasa modal dominan di bursa saham. Mereka sangat sensitif dengan gejolak ekonomi di AS sehingga terdorong melakukan aksi jual. Adapun pelarian kapital ke luar akan meningkatkan permintaan dolar terhadap rupiah, sehingga rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS.
Nah, agar bangsa ini tidak ikut terperosok ke jurang krisis, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan sektor finansial kita. Agar krisis 1997 tidak terulang kembali, pemerintah harus menjaga sistem perbankan agar tetap berjalan sebagaimana mestinya. Kepercayaan nasabah harus dijaga, salah satunya dengan memberikan jaminan simpanan yang lebih tinggi. Langkah ini sudah dilakukan pemerintah, yakni menaikkan level simpanan yang dijamin sampai Rp 2 miliar dari sebelumnya hanya Rp 100 juta. Dengan jaminan ini, nasabah akan tetap percaya pada bank, sebagai tempat mereka menitipkan uang.
Hanya saja, ironis bila pemerintah menaikkan suku bunga BI yang hingga kini mencapai level 9,5 persen. Alasan pemerintah, dalam hal ini BI, adalah untuk menekan inflasi 2009 agar sesuai targetnya. Namun, sektor riil lah yang menjadi korban terhadap naiknya suku bunga acuan tersebut. Selain itu, gejolak ekonomi global juga berimbas pada ekspor dan impor yang bisa menurunkan pertumbuhan.
Di sisi ekspor, semestinya terjadi kenaikan pendapatan karena harga produk domestik relatif lebih rendah di luar negeri. Akan tetapi, di masa krisis, permintaan luar negeri terhadap produk domestik pun ikut berkurang, sehingga volume ekspor turun. Langkah yang harus dilakukan adalah melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor. Selama ini, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan sejumlah negara Eropa Barat menjadi tujuan ekspor utama. Ke depan, pemerintah perlu memperluas diversifikasi tujuan ekspor terutama ke negara-negara Timur Tengah, yang saat ini kelebihan likuiditas.
Dampak lebih parah lagi dilihat di sisi impor, sebab harga yang dibayarkan terhadap produk impor relatif lebih tinggi dibanding sebelumnya. Akibatnya, produk impor khususnya yang digunakan untuk bahan baku industri menjadi lebih mahal, sehingga harga-harga barang ikut naik. Sehingga, ketergantungan pada produk impor juga harus dikurangi sedikit demi karena hal tersebut akan mengurangi cadangan devisa nasional.
Oleh karenanya, langkah antisipasi di sektor finansial terutama perbankan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan. Sedangkan di sektor riil, pemerintah perlu menjaga surplus neraca perdagangan, dengan meningkatkan volume ekspor dan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Sejumlah strategi inilah yang bisa menghindarkan Indonesia dari jurang krisis.

(by:randy)

Minggu, 02 Desember 2012

Pariwisata Danau Toba


ads by google
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang,  Berastagi dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Adapun sejarah singkatnya : Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut. Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya. Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir. Puncak kejayaan Danau Toba pada tahun 1996. Dengan tingkat kunjungan dikabarkan mencapai 4juta wisatawan, baik wisatawan nusantara ataupun mancanegara, Kasus asap tebal yang mengganggu penerbangan pada tahun 1997 mengakibatkan turunnya jumlah kunjungan ke Dana Toba. Jumlah kunjungan ke Danau Toba makin menurun setelah krisis ekionomi yang kemudian berlanjut dengan krisis politik di Indonesia pada tahun 1998. Sejak itu hingga saat ini jumlah wisatawan ke Danau Toba makin menurun, apalagi semakin parah isu-isu perusakan lingkungan akibat tercemarnya air danau dengan limbah makanan ikan tambak apung maupun sampah dari kegiatan perumahan dan pariwisata. Dibandingkan dengan destinasi lainya di Indonesia , pariwisata Danau Toba termasuk sangat lamban di dalam pemulihan jumlah kunjungan.
Kunci utama pembenahan pariwisata Danau Toba sebenarnya terletak di tangan masyarakat sendiri. Menurunnya jumlah kunjungan seharusnya dapat ditahan jika saja para pelaku pariwisata, masyarakat dan pemerintah daerah mau duduk bersama, mengidentifikasi masalah, menggali ulang tensi yang ada, mengidentifikasi kebutuhan, menyamakan visi, serta menyusun strategi dan rencana aksi menuju masa depan yang lebih cerah. Semua pihak harus sadar bahwa penurunan jumlah wisatawan telah berdampak buruk pada perekonomian lokal. Karena mengurangi pendapatan masyarakat dari pariwisata, menurunkan kesempatan kerja dan pendapatan daerah. Oleh karena itu di perlukan gerakan bersama untuk melakukan perubahan, mulai dari berfikir positif hingga konsistensi dalam melestarikan tempat dan wilayah sendiri. Tampaknya, Pemerintah perlu meningkatkan kinerjanya di bidang pariwisata. Di Sulawesi Utara (Sulut) misalnya, angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulut menurun drastis pada tahun 2010 hingga triwulan I tahun 2011. Menurut berita tersebut, pada tahun 2010 data kunjungan turis asing hanya 20.045 orang, atau turun dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 51.977 orang. Hingga triwulan I-2011, Januari hingga Maret, kunjungan wisatawan asing baru 4.000 orang. Oleh karena itu pemerintah mempunyai rencana untuk membangun perbaikan system transportasi. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.
Perbaikan sistem transportasi dengan pembukaan lintas-lintas baru akan mengakibatkan perbaikan pertumbuhan ekonomi dari kawasan yang dihubungi atau terhubung dengan sistem pelayanan yang baru berdampak terhadap : Penurunan biaya produksi; menaikkan nilai jual produk yang dihasilkan serta akan mendorong investasi baru masuk kekawasan tersebut. Dengan adanyanya pelayanan penyeberangan yang dianggap sebagai jembatan apung menyeberangi laut dan dikaitkan dengan jaringan jalan membentuk jaringan jalan antar pulau. Banyak pelaku pariwisata yang mengeluh, akibat kemajuan industri pariwisata yang tidak menunjukkan perkembangan significan serta dinilai kurang berpeluang dalam membuka usaha baru untuk meningkatkan ekonomi keluarga, kata Syamsudin di Lumbanjulu, hari ini.Dikatakan, dalam mengembangkan industri pariwisata sekaligus mendongkrak kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara, Pemerintah daerah setempat perlu membenahi berbagai infrastruktur, terutama sejumlah ruas jalan menuju objek wisata di sekitar kawasan pinggiran Danau Toba.Menurut dia, berbagai kekurangan dalam pembenahan infrastruktur yang menunjang kemajuan industri pariwisata, merupakan kelemahan yang menjadi kendala utama, sehingga perkembangannya tidak bisa secara simultan di daerah berpenduduk 175.277 jiwa itu. Syamsudin mencontohkan, jika infrastruktur menuju kawasan wisata taman Eden di Desa Lumbanrang Kecamatan Lumbanjulu lebih diperbaiki, akan semakin banyak lagi wisatawan yang berkunjung dan berarti pendapatan daerah akan meningkat. Untuk itu, dia berharap, pemerintah Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) dan pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat bersinergi dalam membangun infrasktruktur menuju kawasan wisata di daerah tersebut, mengingat potensinya yang sangat besar untuk dikembangkan. Sebab, kata dia, industri pariwisata merupakan salah satu sektor potensial untuk dikembangkan, apalagi didukung sumber daya alam serta keindahan Danau Toba, sebagai sebuah danau vulkanik terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sementara itu, Kadis Pariwisata Tobasa, Robert Pardede menyebutkan, hingga saat ini pihaknya terus berupaya untuk memajukan industri pariwisata di daerah tersebut. Namun, capaian yang dihasilkan belum maksimal, akibat berbagai hal, karena semuanya membutuhkan proses agar hasilnya bisa seperti yang diharapkan. Butuh perencanaan matang untuk mewujudkan kemajuan pengembangan pariwsata di daerah Tobasa, dan pencapaian hasilnya tidak segampang membalikkan telapak tangan, katanya. Data dari Dinas Pariwisata Tobasa tercatat, jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut pada 2011 sebanyak 129.519 orang, terdiri dari 14.833 wisatawan manca Negara dan 114.686 wisatawan domestik.

sumber: 
 
http://www.google.co.id/url?url=http://www.indecon.or.id/pdf/PDF%2520Newsletter

http://theglobejournal.com/varia/kondisi-pariwisata-danau-toba-memprihatinkan/index.php